Tujuan PBB membentuk UNTAC (Uni Transitunal Authority on Cambodia) di Kamboja untuk menangani permasalahan yang berada di negara itu. Riwayat Negara Kamboja rupanya demikian rumit dan banyak terjadi permasalahan di masa lalu.
Lantas apa permasalahan dan konflik yang ada di Kamboja, sehingga PBB membentuk UNTAC? Dan apa peran Indonesia untuk menangani konflik di Kamboja tersebut? Berikut penuturannya.
Komunisme di Kamboja
Kamboja menjadi negara yang dahulu pernah menerapkan ideologi komunis. Komunisme ialah ideologi yang menerpakan beberapa prinsip sosialisme dan kolektivisme, yang diusung oleh Partai Komunis Kamboja (Khmer Rouge) di Kamboja. Di tahun 1975, Khmer Rouge memenangi perang saudara dan menggantikan pemerintah Kamboja, menjadikan negara itu sebagai sebuah negara komunis.
Saat Khmer Rouge menggantikan pemerintah, mereka melakukan rangkaian pembersihan sosial yang beringas. Mereka mengusir warga kota ke dusun, menarik anak-anak dari keluarga mereka, dan memburu dan membunuh beberapa ribu orang yang mereka anggap sebagai "musuh" negara, seperti cendekiawan, petinggi pemerintahan, dan minoritas etnis.
Sepanjang masa ini, Khmer Rouge mengganti mekanisme ekonomi Kamboja menjadi sistem kolektif. Mereka mengambil alih tanah dan beberapa usaha milik swasta, mengejar produksi pertanian yang tinggi, dan mengejar export yang tinggi. Hasilnya ialah kelaparan yang luar biasa dan juta-an kematian.
Khmer Rouge jalankan pemerintah komunis sampai tahun 1979, saat pasukan Vietnam mengepung dan mengalahkan negara itu. Tetapi, imbas dari masa komunis di Kamboja masih dirasakan sampai saat ini, dengan juta-an orang yang tewas dan generasi yang lenyap.
Baca juga : Perang Asia Timur Raya
Setelah Era Khmer Rouge (Komunis Usai)
Sesudah zaman Khmer Rouge, Kamboja mengalami periode yang sulit. Pemerintah Khmer Rouge yang beringas mengakibatkan kematian juta-an orang, pengungsi masal, dan kerusakan ekonomi yang luas. Sesudah keruntuhan Khmer Rouge di tahun 1979, negara ini terkuasai oleh tiga pihak yang sama-sama benseteru, yaitu:
- Pemerintah yang disokong Vietnam,
- Khmer Rouge yang disokong Thailand, dan
- Barisan pemberontak yang disokong Amerika Serikat.
Di tahun 1991, beberapa negara yang turut serta dalam perang di Kamboja menandatangani Perjanjian Paris yang mengakhiri perang dan menetapkan dasar dalam pembangunan pemerintah peralihan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selanjutnya mengirimkan visi perdamaian, berupa organisasi bentukannya, UNTAC (United Nations Transitional Authority in Cambodia), untuk melaksanakan pemilu dan membuat pemerintah peralihan atau transisi.
Tujuan ini dilaksanakan dari tahun 1992 sampai 1993. Pemilu yang diselenggarakan di tahun 1993 menghasilkan kemenangan bagi Partai Demokrasi Kamboja yang dipegang oleh Hun Sen.
Sesudah pemilu ini, UNTAC meninggalkan Kamboja dan pemerintah transisi terbentuk dengan Hun Sen sebagai Pertama Menteri. Tetapi, pemerintah ini masih dipermasalahkan karena kemampuan politik yang tidak stabil dan ada pemberontak yang tidak mengakui pemerintahan tersebut. Seiring waktu berjalan, Pemerintah Hun Sen mengalami perkembangan dalam sektor ekonomi dan politik, selanjutnya Kamboja sah masuk menjadi anggota PBB di tahun 1955.
Baca juga : Tempat Suci di India
Apa yang Dimaksud dengan UNTAC?
UNTAC ialah singkatan dari "United Nations Transitional Authority in Cambodia". Organisasi tersebut adalah sebuah operasi penyelamatan damai PBB yang dilakukan di Kamboja pada tahun 1992-1993 untuk menuntaskan perang saudara yang berjalan di negara tersebut serta menyediakan peralihan menuju pemerintahan demokratis.
UNTAC melakukan beragam pekerjaan, seperti memantau pemilu, mengatur pasukan, dan menangani permasalahan sosial dan ekonomi di Kamboja. Operasi ini dianggap sukses dalam meraih tujuannya, walau masih tetap ada permasalahan yang perlu ditangani sesudah UNTAC meninggalkan Kamboja.
Baca juga : Basin Tarim, Wilayah Beriklim Sangat Kering
Tujuan PBB Membentuk UNTAC
Tujuan utama PBB dalam membentuk UNTAC adalah menjamin pelaksanaan hasil Perjanjian Paris 1991. Perjanjian Paris 1991 adalah perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 23 Oktober 1991 di Paris, Prancis, antara pemerintah Kamboja yang didukung Vietnam dan gerakan pemberontak yang dikenal sebagai Kebangkitan Nasional Kamboja (ANC).
Perjanjian tersebut menyepakati proses transisi menuju pemerintahan yang demokratis dan pemilu yang bebas dan adil di Kamboja. Perjanjian ini juga menyepakati penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja dan penghentian dukungan militer dari semua pihak. Akibatnya, pemerintahan yang demokratis dapat terbentuk dan pemilu pertama yang bebas dan adil diadakan pada tahun 1993.
Disamping itu, tujuan UNTAC untuk menuntaskan perang saudara yang berjalan di Kamboja dan menyediakan peralihan ke arah pemerintahan demokratis.
Tujuan lain UNTAC adalah dengan melakukan beberapa langkah. Langkah yang dilaksanakan PBB berkaitan dengan pembangunan pemerintahan transisi di Kamboja mencakup:
- Penarikan pasukan: PBB menarik pasukan dari beberapa negara yang masuk ke Kamboja dan memberi support dalam menarik pasukan dari beberapa negara lain yang masuk ke Kamboja.
- Pemilu: PBB mengadakan pemilu yang bebas dan adil di Kamboja untuk membuat pemerintahan yang diputuskan secara demokratis.
- Pembangunan pemerintah: PBB membantu dalam pembangunan pemerintah yang baru dan menyediakan bantuan administratif dan infrastruktur untuk pemerintah yang diputuskan secara demokratis.
- Pembangunan infrastruktur: PBB membantu dalam pembangunan infrastruktur di Kamboja, seperti pembangunan jalan, jembatan, dan fasilitas publik yang lain.
- Penanganan permasalahan sosial dan ekonomi: PBB menolong dalam menangani permasalahan sosial dan ekonomi di Kamboja, seperti menaikkan pelayanan publik dan pembangunan ekonomi.
- Penanganan permasalahan humaniter: PBB membantu dalam menangani permasalahan humaniter di Kamboja, seperti pengungsi dan korban perang.
- Pengawasan dan evaluasi: PBB melakukan pengawasan dan penilaian terus-menerus untuk memastikan jika beberapa langkah yang diambil sukses dan mengambil tindakan yang dibutuhkan bila diperlukan.
Baca juga : Menariknya Orang Meo dan Yao di Laos
Kapan Kamboja Masuk PBB?
Kamboja masuk sebagai anggota PBB pada tanggal 14 Desember 1955. Kamboja sebagai negara yang berdiri pada tahun 1953, setelah sukses memerdekakan diri dari kolonialisme Perancis. Pada waktu itu, Kamboja di bawah kepimpinan Norodom Sichanouk dan mempunyai jalinan baik dengan PBB, yang membantu pada proses independensi Kamboja.
Sesudah masuk sebagai anggota PBB, Kamboja menjadi satu diantara negara yang aktif dalam pembicaraan politik di PBB. Di tahun 1960-an dan 1970-an, Kamboja menjadi negara yang paling terlibat dalam perang saudara dan perselisihan regional di Asia Tenggara. Tetapi, di tahun 1975, Khmer Rouge menggantikan pemerintahan Kamboja dan mengakibatkan beberapa permasalahan, yang membuat Kamboja menjadi negara yang tidak stabil.
Baca juga : Uniknya Teluk Guinea
Peran Indonesia dalam Konflik Kamboja
Agresi 150.000 pasukan Vietnam ke Kamboja pada tanggal 25 Desember 1978 juga dikenal dengan istilah Perang Indocina III. Kejadian ini menjadi rangkaian panjang dari perselisihan dalam negeri Kamboja serta dampak perang Vietnam yang membuat Amerika Serikat pulang dengan rugi besar dan rasa malu.
Perselisihan dalam negeri Kamboja diikuti dengan kudeta militer oleh Jenderal Lol Nol terhadap pemerintahan Pangeran Sichanouk di tahun 1970. Agresi Vietnam menghasilkan pemerintah boneka di Pnom Penh Kamboja dengan menjadikan Hun Sen sebagai Perdana Menteri dari Republik Rakyat Kampuchea (PRK) yang notabene menjadi musuh politik barisan Khmer Merah.
Indonesia sebagai salah satunya negara ASEAN menampik proposal Singapore pada Desember 1981 untuk mengirim pasukan dari beberapa negara ASEAN untuk menolong Khmer Merah menantang tentara Vietnam. Sikap politik Indonesia ialah "non interference" dalam permasalahan yang terjadi di dalam negeri suatu negara.
Latihan Soal : Kelas 12 Sejarah Peminatan Konflik-Konflik Dunia
Presiden Soeharto berusaha untuk menurunkan kemelut di antara Amerika Serikat dengan Vietnam dengan menjadi perantara untuk terlaksananya "Mission In Action" (pencarian tentara yang AS yang hilang dalam perang Vietnam) di tahun 1981-1985. Presiden Soeharto memerintahkan Menteri Luar Negeri, Mochtar Kusumaatmadja, untuk melakukan perundingan "dual track" di antara Vietnam dengan barisan Khmer Merah sebagai solidaritas beberapa negara ASEAN.
Di tahun 1987 Vietnam sepakat dengan kemauan Menteri luar neger Mochtar yang terkenal dengan pertemuan makan-makan atau "coctail party" barisan Khmer Merah yang diwakilkan oleh Son Sann dan Prince Sichanouk. Pertemuan itu berjalan di Jakarta dan didatangi oleh Menlu-Menlu beberapa negara ASEAN.
Baca juga : Bentang Alam di ASEAN
Pertemuan tersebut menghasilkan persetujuan untuk mengakhiri perang di Kamboja dan mengadakan pemilu yang diakui oleh seluruh pihak. Di tahun 1993, pemilu diselenggarakan dan pemerintah Hun Sen yang didukung oleh Vietnam dipilih sebagai pemerintah sah Kamboja.
Sikap Indonesia yang tidak mau terlibat dalam permasalahan dalam negeri Kamboja dianggap sebagai sikap yang punya pengaruh dalam menuntaskan perselisihan di Kamboja. Presiden Soeharto sukses jadi perantara yang efisien di antara Vietnam dan Amerika Serikat, dan sukses menjalankan negosiasi "dual trek" yang mengakibatkan terwujudnya persetujuan damai di Kamboja.
Post a Comment